Senin, 04 Februari 2013

Suatu Pagi di Sembilan D


Suatu Pagi di Sembilan D
Oleh: IBE

“Ulangan Matematika! Ulangan Matematika!”
Itulah suara yang menggemparkan seisi kelas IX D. Pagi hari dimana semuanya sedang sibuk dengan urusan masing-masing, tiba-tiba dari jauh Raja berlari. “Masuk! Masuk!” katanya pada anak-anak yang masih berada di luar.
“Kenapa, sih?!”tukas Tati marah-marah.”Ini masih pagi, jangan buat kehebohan, dong!”
“Iya, nih. Memangnya nggak bisa ya, pakai pesan berantai aja?”tanya Laras. Raja menjitak kepalanya.”Aduuooh!!!”
“Duduk dulu deh sana. Cerewet!”
“Kami dengar kok. Bawel!”
Tati yang keburu marah duluan berjalan dengan wajah cemberut. Sosoknya yang tengah menghampiri meja kelihatan seperti setan yang ngamuk. Bibirnya dimanyunkan, dahinya mengernyit sampai ke atas-atas. Lalu matanya melotot ketika ada yang memandang.
Di meja Rudi berbisik, “Tinggal diberi tanduk tuh anak. Jadi setan beneran, deh.”
“Hihihi… Tati gitu loh!”timpal Ivan.
Perhatian kembali ke depan kelas. Raja berdiri di sana sambil membawa sebuah spidol. Spertinya dia habis menulis sesuatu karena di papan tulis sekarang ada tulisan.”Teman-teman, aku minta maaf sudah membuat kalian marah,”katanya.”Tapi kalau nggak begitu nggak begitu, kalian nggak akan mau mendengarkan.”
“Jadi kenapa?”
“Hari ini aku punya berita buruk.
Kita akan ulangan Matematika…”
“Haaah?!!”
Suasana kelas jadi gaduh. Ada yang memukul-mukul meja, berteriak, meraung-raung, bahkan ada yang sampai pingsan saking kagetnya.
“Memang gila nih kelas,”ujar Rei, si wakil.”Memang bencana sih, tapi jangan sampai segitunya, dong.”
“Kau itu yang gila, Rei!”seru Puput nyaring.”Selam tiga tahun ini kau kemana saja, hah? Pelajaran matematika Pak Maki itu sama dengan sakaratul maut, tahu!!”
Tio memegangi kepalanya sambil berkata, “Raja, aku mau mati dulu, ya. Kalau ulangannya sudah selesai, bangkitkan aku lagi.”
“Jangan gila deh, Io.”
“Kemarin aku mimpi apa, sih? Cuci muka dulu yuk, Din. Siapa tahu ini cuma mimpi.”
“Nggaaaaak!! Pokoknya nggak maau!!!”teriak Mimi.
Raja cuma memandangi reaksi teman-temannya. Aduuh… anak itu nggak bisa ngomong apa-apa. Sejenak ia cuma diam mendengarkan sampai suasana kelas tenang kembali.
“Kalau kalian rebut lagi, kucekik satu-satu, ya.”ancam si seksi keamanan. Anak-anak cuma mendelik.
Ketua kelas berjalan ke tengah ruangan lalu ia berkata dengan nada menyesal, “Yaah, teman-teman… Sebenarnya aku juga kaget tapi Pak Maki bilagn kalau nilai kelas kita masih ada yang dibawah tiga, kita semua bakal dihukum memberi hormat pada tiang bendera sampai bel pulang.”
“Gengnya Reno tuh, pangkalan nilai satu!”
“Huuu…”
“Diam!!!”
“Iya…”
“Makanya teman-teman,”lanjut Raja.”Kuharap saat istirahat nanti, nggak ada yang keluar. Pokoknya semuanya harus tetap di kelas dan belajar buat ulangan nanti. Satu kena semua ikut, lho. Mengerti, ‘kan? Ingat ya, nggak ada yang main-main.”
Nah… dimulailah masa-masa di neraka bagi kelas Sembilan D. Dari awal pelajaran hingga waktu bel istirahat berbunyi, mereka sibuk mempersiapkan diri. Anak-anak yang biasanya suka bermain dan menggosip sekarang balik menghadap buku-buku penuh rumus. Yaah... Meski banyak diantaranya yang belum apa-apa sudah roboh duluan.
“Ja, kalau kamu nggak memanggil Pak Maki, nggak bisa, ya?”tanya Rei menjelang detik-detik eksekusi.”Aku masih nggak ngerti nih… Gimana dong? Bisa-bisa satu, lho.”
Si ketua kelas menggeleng lemah, “Apa boleh buat. Lebih parah lagi malah. Itu makin mempercepat penghuni kelas ini mati semua.”
“Huu…. Nggak keren.”
“Berdo’a  aja, ya.”

Kemudian dengan langkah berat, pergilah Raja menuju ruang guru. Selama perjalanan dia nggak berhenti berharap. Mulutnya sibuk berkomat-kamit mengucapkan sesuatu, begitu juga dengan apa yang dilakukan teman-temannya di kelas. Diantara mereka ada yang sampai menaburkan serbuk ponsel sebagai ungkapan penolak bala.
“Yang penting ampuh aja, deh.”
‘Lama’ penghuni kelas IX D menunggu ketua kelas mereka kembali. Sau menit, tiga menit, sepuluh menit dan akhirnya lima belas menit berlalu. Mereka makin tambah tegang ketika melihat waktu berjalan lambat sekali. Ketika kondisi ini mencapai klimaks, tiba-tiba pintu terbuka. Raja melangkah masuk dengan gontai.
“Ja, Ja, mana Pak Maki?”
“Beliau kemana? Kemana?”
“Semuanya….”tahan Raja.”Pak Maki tadi ijin ke dokter. Tapi beliau bilang hanya mengecek saja dan nggak akan lama disana.”
“Jadi ulangannya tetap diadakan, dong?”suara Mimi kedengaran mau menangis.
Raja mengangguk, “Ya. Ulangannya tetap diadakan, tapi ditunda sampai minggu depan sambil menunggu cuti dari Pak Kepala selesai !!!”
“Huooooo!!!”
Seluruh penghuni bersorak. Ya… Benar-benar bersorak. Mereka melompat bersama-samadan meneriakkan kata, “Selamat!!!”bersamaan. Semuanya larut dalam suka cita. Uphoria yang meledak itu memang sempat juga sih…. membuat beberapa guru masuk edngan tampang marah. Tapi kalian tahu kelas ini, ‘kan? Bukan Sembilan D namanya kali tidak berekspresi lepas. Pembaca masih bisa melihat berbagai macam bentuk perayaan, kok dan inilah yang mereka persembahkan di suatu pagi.
“Mari kutraktir makan-makan!”seru Reno nggak mau kalah.
SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar