Suatu
Pagi di Sembilan D
Oleh:
IBE
“Ulangan
Matematika! Ulangan Matematika!”
Itulah suara
yang menggemparkan seisi kelas IX D. Pagi hari dimana semuanya sedang sibuk
dengan urusan masing-masing, tiba-tiba dari jauh Raja berlari. “Masuk! Masuk!”
katanya pada anak-anak yang masih berada di luar.
“Kenapa,
sih?!”tukas Tati marah-marah.”Ini masih pagi, jangan buat kehebohan, dong!”
“Iya, nih. Memangnya
nggak bisa ya, pakai pesan berantai aja?”tanya Laras. Raja menjitak
kepalanya.”Aduuooh!!!”
“Duduk dulu deh
sana. Cerewet!”
“Kami dengar
kok. Bawel!”
Tati yang keburu
marah duluan berjalan dengan wajah cemberut. Sosoknya yang tengah menghampiri
meja kelihatan seperti setan yang ngamuk. Bibirnya dimanyunkan, dahinya
mengernyit sampai ke atas-atas. Lalu matanya melotot ketika ada yang memandang.
Di meja Rudi
berbisik, “Tinggal diberi tanduk tuh anak. Jadi setan beneran, deh.”
“Hihihi… Tati
gitu loh!”timpal Ivan.
Perhatian
kembali ke depan kelas. Raja berdiri di sana sambil membawa sebuah spidol.
Spertinya dia habis menulis sesuatu karena di papan tulis sekarang ada
tulisan.”Teman-teman, aku minta maaf sudah membuat kalian marah,”katanya.”Tapi
kalau nggak begitu nggak begitu, kalian nggak akan mau mendengarkan.”
“Jadi kenapa?”
“Haaah?!!”
Suasana kelas
jadi gaduh. Ada yang memukul-mukul meja, berteriak, meraung-raung, bahkan ada
yang sampai pingsan saking kagetnya.
“Memang gila nih
kelas,”ujar Rei, si wakil.”Memang bencana sih, tapi jangan sampai segitunya,
dong.”
“Kau itu yang
gila, Rei!”seru Puput nyaring.”Selam tiga tahun ini kau kemana saja, hah?
Pelajaran matematika Pak Maki itu sama dengan sakaratul maut, tahu!!”
Tio memegangi
kepalanya sambil berkata, “Raja, aku mau mati dulu, ya. Kalau ulangannya sudah
selesai, bangkitkan aku lagi.”
“Jangan gila
deh, Io.”
“Kemarin aku mimpi
apa, sih? Cuci muka dulu yuk, Din. Siapa tahu ini cuma mimpi.”
“Nggaaaaak!!
Pokoknya nggak maau!!!”teriak Mimi.
Raja cuma memandangi
reaksi teman-temannya. Aduuh… anak itu nggak bisa ngomong apa-apa. Sejenak ia cuma
diam mendengarkan sampai suasana kelas tenang kembali.
“Kalau kalian
rebut lagi, kucekik satu-satu, ya.”ancam si seksi keamanan. Anak-anak cuma
mendelik.
Ketua kelas
berjalan ke tengah ruangan lalu ia berkata dengan nada menyesal, “Yaah,
teman-teman… Sebenarnya aku juga kaget tapi Pak Maki bilagn kalau nilai kelas
kita masih ada yang dibawah tiga, kita semua bakal dihukum memberi hormat pada
tiang bendera sampai bel pulang.”
“Gengnya Reno
tuh, pangkalan nilai satu!”
“Huuu…”
“Diam!!!”
“Iya…”
“Makanya
teman-teman,”lanjut Raja.”Kuharap saat istirahat nanti, nggak ada yang keluar.
Pokoknya semuanya harus tetap di kelas dan belajar buat ulangan nanti. Satu kena
semua ikut, lho. Mengerti, ‘kan? Ingat ya, nggak ada yang main-main.”
Nah… dimulailah
masa-masa di neraka bagi kelas Sembilan D. Dari awal pelajaran hingga waktu bel
istirahat berbunyi, mereka sibuk mempersiapkan diri. Anak-anak yang biasanya
suka bermain dan menggosip sekarang balik menghadap buku-buku penuh rumus.
Yaah... Meski banyak diantaranya yang belum apa-apa sudah roboh duluan.
“Ja, kalau kamu
nggak memanggil Pak Maki, nggak bisa, ya?”tanya Rei menjelang detik-detik
eksekusi.”Aku masih nggak ngerti nih… Gimana dong? Bisa-bisa satu, lho.”
Si ketua kelas
menggeleng lemah, “Apa boleh buat. Lebih parah lagi malah. Itu makin
mempercepat penghuni kelas ini mati semua.”
“Huu…. Nggak
keren.”
“Berdo’a aja, ya.”
Kemudian dengan
langkah berat, pergilah Raja menuju ruang guru. Selama perjalanan dia nggak
berhenti berharap. Mulutnya sibuk berkomat-kamit mengucapkan sesuatu, begitu
juga dengan apa yang dilakukan teman-temannya di kelas. Diantara mereka ada
yang sampai menaburkan serbuk ponsel sebagai ungkapan penolak bala.
“Yang penting
ampuh aja, deh.”
‘Lama’ penghuni
kelas IX D menunggu ketua kelas mereka kembali. Sau menit, tiga menit, sepuluh
menit dan akhirnya lima belas menit berlalu. Mereka makin tambah tegang ketika
melihat waktu berjalan lambat sekali. Ketika kondisi ini mencapai klimaks,
tiba-tiba pintu terbuka. Raja melangkah masuk dengan gontai.
“Ja, Ja, mana
Pak Maki?”
“Beliau kemana?
Kemana?”
“Semuanya….”tahan
Raja.”Pak Maki tadi ijin ke dokter. Tapi beliau bilang hanya mengecek saja dan
nggak akan lama disana.”
“Jadi ulangannya
tetap diadakan, dong?”suara Mimi kedengaran mau menangis.
Raja mengangguk,
“Ya. Ulangannya tetap diadakan, tapi ditunda sampai minggu depan sambil
menunggu cuti dari Pak Kepala selesai !!!”
“Huooooo!!!”
Seluruh penghuni
bersorak. Ya… Benar-benar bersorak. Mereka melompat bersama-samadan meneriakkan
kata, “Selamat!!!”bersamaan. Semuanya larut dalam suka cita. Uphoria yang
meledak itu memang sempat juga sih…. membuat beberapa guru masuk edngan tampang
marah. Tapi kalian tahu kelas ini, ‘kan? Bukan Sembilan D namanya kali tidak
berekspresi lepas. Pembaca masih bisa melihat berbagai macam bentuk perayaan,
kok dan inilah yang mereka persembahkan di suatu pagi.
“Mari kutraktir
makan-makan!”seru Reno nggak mau kalah.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar